
Setiap hari mencoba merenungi beberapa hal yang telah dilalui dalam kehidupan. Mulai dari tata cara beragama yang benar, tata cara sholat yang benar, sampai permasalahan memilih judul posting yang tidak mengandung makna kekufuran. Bagi yang berhati-hati dalam melangkah di dalam kehidupan, maka akan merasakan beratnya setiap detik, setiap hembusan nafas yang akan dan telah di lalui. Kalau tidak karena kewajiban menyampaikan nasehat dan usaha berlepas diri dari perkara yang salah, maka artikel "Renungan harian : tata cara beragama yang benar", tidak akan di tulis dan di ulas. Dan beban inilah yang menjadikan semua mahluk menolak amanat yang di berikan Alloh, kecuali manusia.
Dulu, waktu masih nge-kost, saya merenung bagaimana cara beragama yang benar. Ada yang bilang bahwa perkara ini haram, perkara ini halal, perkara ini dibolehkan dan sebagainya. Sebagai orang awam saya di buat bingung dengan banyak perbedaan pandangan dalam berbagai hal dari berbagai kelompok dan sudut pandang. Hampir setiap ketemu orang yang berpenampilan sholeh, saya wawancarai tentang bagaimana menurut sudut pandangnya mengenai tata cara beragama yang benar. Kebetulan saya pribadi dari dulu paling tidak suka mengkultuskan seseorang, termasuk para kiayi, Justru saya memandang mereka ada seseorang yang berpotensi besar membawa umat kedalam dua pilihan yaitu ke syurga atau ke neraka. Saya tidak akan tunduk sampai dipastikan bahwa ajaran orang tersebut memang terbukti membawa saya ke syurga. Saya tidak peduli dengan perkataan durhaka atau kualat, sebagai akibat saya tidak mengkultuskan orang yang di maksud.
Dari hasil wawancara, tidak ada satupun yang memuaskan, baik dari sisi ilmiyah maupun dari sisi kesesuaian dengan perasaan, kecuali dari pernyataan bahwa "kita beragama berdasarkan Al-Qur'an dan Al-hadist". Sebagai orang awam, pernyataan tersebut saya terima sebagian dan saya tolak sebagian, yaitu saya menerima jika hanya berdasarkan Al-Qur'an, tetapi bagaimana dengan Al-Hadist yang terkadang isinya ada yang dhoif dan ada yang shohih. Pemikiran bodoh saya menanyakan bagaimana mungkin Al-Hadist bisa sampai ke zaman kita...?. Dan ternyata pertanyaan bodoh ini juga sering di pakai orang-orang bodoh untuk menolak syari'at dari Al-hadist. Sebenarnya kita tidak mungkin beramal hanya berdasarkan Al-Qur'an saja, tetapi kita butuh penjelasannya yang ada dalam Al-Hadist. Adapun bagaimana Al-Hadist bisa sampai ke zaman kita ?, jawabnya adalah karena di setiap zaman, ternyata ada para ulama yang selalu menjaganya dan mewariskannya baik dalam bentuk buku maupun di ajarlan di majelis-majelis ilmu.
Memang ada hadist-hadist palsu yang di buat oleh para pendusta. Dan itu adalah ujian bagi kita yang hidup di zaman yang jauh dari rosululloh. Kita harus berusaha berhati-hati dan selalu waspada dan mempelajari hadist, agar tidak tersesat di karenakan hadist palsu tersebut. Memang capek dan berat, tetapi itu tidak sebanding dengan ujian yang di alami para kaum muslimin yang hidup di zaman rosululloh.
13 Comments
Hore pertamax tp nnti aja bacanya ...
ReplyDeleteyang serius mba... jangan lupa mandi dulu..
Deleteproses pencarian itu yang berat buat saya Mas.
ReplyDeletesaat berposisi bahwa kita beragama Islam karena orang tua yang beragama Islam, lalu apakah ini sudah tepat buat kita, dan tanpa ada lagi pencarian? itu yang kemudian membuat saya melanglang. hasilnya: proses pencarian menjadikan saya makin ruwet.
Kang zafc klo mo serius.. InsyaAlloh bisa melihat dengan terang dari segala keruwetan yang ada... Makanya dalam artikel ini saya ingin memaparkan pengalaman pribadi, yang Alhamdulillah saya berani memastikan apa yang sudah saya pegang ada di atas kebenaran, terserah ini bahasa kebanyakkan orang atau super Narsis, tetapi saya siap untuk di uji keilmiahannya.
DeleteSaya mengharamkan bagi saya pribadi dan keluarga untuk fanatik terhadap sebuah pandangan, jika pandangan tersebut menyelisihi Al-Haq
ya, pertolongan Allah itu sangat dekat. terkesima dengan anak kalimat ini.
ReplyDeleteBarrokalluhifikum...
Deleteterus terang saya juga ruwet memahami dan mengamalkan bagaimana tatacara beragama yang benar karena saya tidak tahan dengan tata cara kebiasaan umum, seperti halnya saya sholat dhuhr di masjid pake sarung pake peci eh dikata-katain mengejek begitu, saya jadi bingung. Seperti itulah gambaran kebingungan saya tentang pemahama cara beragama. boleh lah saya di beri bocoran tapi biar melengkapi atau menyempurnakan.
ReplyDeleteyuk saling belajar...
Deleteyuks
Deletebaca ini langsung tertarik..
ReplyDeleteArtikelnya saya tinggu sejak lama. Karena hanya sedikit dari banyak orang seperti bapak yang mau berbagi ilmu seputar agama.
Terimakasih, pak ^^
wah komennya menarik... ta naikkan nilainya menjadi 90 nih...
Deleteketika dulu khatam Al-Qur'an saya berpikir bahwa belajar agama itu mudah, ketika mulai mempelajari isinya kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari, ternyata sulitnya minta ampun .. banyak hal yang masih belum saya mengerti hakekat yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Al-Hadist dan mengejawantahkannyaa dalam bentuk sikap dan perilaku yang sesuai didalamnya... bagaimana Mas Pay cara agar kita bisa konsisten dan berpegang teguh pada keduanya ??
ReplyDeletesebelum berpegang teguh sebaiknya kita mencari tahu cara memahami dengan kaidah yang benar dari kedua sumber hukum ini...
Deleteadapun masalah konsisten berpegang dengan yang benar (Al-Haq) itu bagaikan menggenggam bara api, (ada dalam hadist) membuat kita ingin melepasnya karena gak tahan panas yang di rasa... tetapi jika di lepas maka kita kehilangan pegangan sehingga menyebabkan tersesat...