Pilih di cela atau di puji

Dua sifat yang bertolak belakang, tetapi memiliki pengaruh yang begitu luas dalam psikologis jiwa seorang manusia, yaitu celaan dan pujian. Kedua sifat ini jelas pasti pernah di alami semua orang yang pernah mengalami hidup di tengah masyarakat. Jika hal ini terjadi dalam hidup anda, maka sebaiknya pilih di cela atau di puji..?. Sebelum menjawab pilihan ini ada baiknya kita bahas latar belakang permasalahan dan hal-hal yang berkaitan dengan pujiaan dan celaan untuk bisa di ambil pelajaran, sehingga kita dapat memilih atau menerima dari salah satu kedua kondisi ini jika terjadi pada diri kita.

Di saat kita di cela hidup terasa sempit dan menyakitkan, membuat hidup begitu berat untuk di jalani, membuat hati ini selalu mengeluh dengan segala hal yang terjadi. Terkadang belum selesai masalah celaan datang lagi celaan yang lain, lalu hal apa yang harus kita lakukan jika hal ini terus menghantui dalam cerita hidup kita sehari-hari. Ini saran dari saya, walaupun saya pribadi terkadang lupa untuk mengamalkannya.

  1. Memohon Ampun kepada Allah subhanahuwata'ala, karena setiap hal buruk yang terjadi sebagai akibat dari perbuatan kita sendiri.
  2. Mendo'akan kebaikkan buat orang yang mencela kita.
  3. Mencintai dan membenci karena Allah, bukan karena nafsu pribadi.
  4. Jalin selalu hubungan walaupun pahit di hati.
  5. Ambil pelajaran dari kisah-kisah hidup dari orang sholeh (yang saya contohkan di bawah ini).
Latar belakang pembahasan permasalahan ini adalah dari pengalaman pribadi, dan mengambil dari pelajaran dari salah satu adegan sinetron, yang qodarulloh secara tidak sengaja saya di perlihatkan adegan dari prilaku haji sulaem tukang bubur ayam. Kejadiannya seperti ini, : haji sulaem mendapat hadiah sebuah mobil, lalu sang anak bertanya, "bagaimana rasanya pak antara mendorong gerobak bubur ayam dengan menaiki mobil..?" jawab haji sulaem ,"Beda neng, rasanya berbeda banget, rasa yang ada di dalam hati...!" Sepenggal percakapan ini membuat saya teringat terhadap hal yang terlupakan. Bahwa hati bisa membuat kita tawadhu, dan di pandang rendah dengan celaan ketika mendorong gerobak bubur ayam, akan tetapi hati menjadi rasa angkuh dan sombong bahkan bisa merendahkan dan mencela orang lain ketika menaiki mobil. Hal ini menimbulkan pertanyaan, jadi enakkan di cela atau di puji....? Karena hal ini sangat berhubungan erat dengan harga diri di dunia dan harga diri di akhirat.

Memang saat kita di cela terasa sangat tidak mengenakkan, tetapi coba renungkan kisah hidup seorang uwais Al qoroni, hidupnya penuh dengan celaan dan fitnah... tetapi di sisi Allah dia adalah sebaik-baiknya manusia yang hidup di jaman tabi'in... Sebagaimana yang pernah di sabdakan oleh Rosululloh. Sampai ketika orang-orang tau akan keutamaannya beliau malah melarikan diri dari kehidupan masyarakat agar tidak ada manusia yang memuji beliau, hingga tidak di ketahui di mana keberadaan beliau.

Sayapun pernah mengalami, sebelumnya penuh dengan celaan dan kemudian datang segala pujian, dua kondisi ini juga di rasa sama-sama tidak nyaman. lalu sebaiknya pilih di cela atau di puji ya...?

Post a Comment

6 Comments

  1. intinya sih mengolah hati dari segala posisi (dicela) dan di (puji) itu susah, dan ini cobaan bagi kita.
    saya sendiri kalau di cela orang akan sakit hati, ngedumel tidak karuan. kalau mas pay sih insya Allah tidak ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah kalau saya gigit meja dan kursi mas.. hehehe

      Delete
  2. mari kita mendoakan orang yang mencela dan membenci kita. saya makmum Mas, siip banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga di ampuni semua dosa mereka yang mendzolimi dan orang yang kita dzolimi... dan semoga dosa Allah mengampuni dosa-dosa kita.. amiin

      Delete
  3. baik itu dicela maupun dipuji, alangkah baiknya kita selalu ingat gusti Allah sang Pencipta :)

    ReplyDelete